i
Rate This
Para
guru di Sumatera Barat menyampaikan keluh kesah mereka kepada Gubernur
Irwan Prayitno. Dalam sebuah pertemuan untuk menandatangani Pakta
Integritas Kepala-Kepala Sekolah se Sumatera Barat hari Sabtu lalu di
Padang menyampaikan kesulitan-kesulitan penerapan wajib mengajar 24
jam/minggu.
Ketentuan wajib mengajar 24 jam/minggu itu tertuang
dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri No.11 tahun 2010, tentang
Penataan dan Pemerataan Guru PNS. Para guru menyampaikan keluhannya
bahwa mereka tidak hanya sekedar berdiri mengajar di depan kelas. Tapi
juga melakukan pekerjaan melatih dan mengerjakan tugas-tugas
administratif.
SKB yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri Agama, Menteri PAN, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri
berlaku pada tahun 2012 ini, menuntut pemenuhan jam mengajar 24
jam/minggu. Padahal menurut para guru mereka juga punya beban kerja
lain,seperti pembinaan di kegiatan Osis, laboratorium dan pekerjaan
lain untuk melatih dan mendidik siswa.
Dari kenyataan di lapangan memang ada yang patut
diperhatikan oleh pihak pengawas dan instansi seperti Dinas Pendidikan,
bahwa banyak guru waktunya habis untuk mengoreksi tugas-tugas yang
diberikan kepada siswa yang jumlahnya cukup banyak. Sehingga mengejar
wajib mengajar 24 jam/minggu sulit dicapai. Misalnya 10 soal diberikan
pada siswa dari beberapa kelas dengan jumlah siswa mencapai 40
orang/kelas, maka waktu untuk mengoreksi soal itu lebih dari sehari.
Sayangnya Gubernur Sumbar Irwan Prayitno justru merasa
asing mendengar penjelasan tersebut. Menurutnya, tidak ada yang
menyuruh guru untuk memberikan tugas begitu banyak pada siswa.
Seharusnya tugas yang diberikan pada siswa itu tidak perlu
banyak-banyak tetapi yang paling penting adalah bobot dari tugas yang
diberikan.
Gubernur hanya menyarankan guru harus pandai mengatur
waktunya di sekolah, termasuk dalam memberikan tugas pada siswa. Yang
penting, SKB 5 Menteri ini mesti dilaksanakan, pemenuhan jam mengajar
guru 24 jam/minggu. Ketentuan ini bukan untuk menyusahkan guru tetapi
untuk memenuhi hak rakyat mendapatkan pendidikan.
Tapi pada kenyataanya di lapangan SKB 5 Menteri ini
belum bisa diterapkan 100 persen karena terjadi penumpukan guru pada
daerah tertentu. Selain itu guru yang pindah ke suatu daerah tidak
melapor pula ke Dinas Pendidikan setempat, mereka pindah lewat jalur
kedekatan dengan pejabat tertentu. Sehingga perpindahan guru itu tidak
berdasarkan kebutuhan guru di daerah tersebut.
Untuk memenuhi ketentuan SKB 5 Menteri tersebut,
pemerataan guru memang harus dilakukan. Disamping itu untuk sementara
waktu proses pindah guru dari daerah ke kota harus dihentikan.
Ambil contoh misalnya di satu sekolah terdapat
kelebihan guru Bahasa Indonesia 3 orang. Mereka terpaksa mencari
tambahan jam mengajar ke sekolah swasta. Tetapi harus pula diyakini,
tambahan mengajar itu tidak dibayar sekolah swasta. Sebab bila dibayar,
maka tidak dapat dihitung sebagai kewajiban memenuhi target mengajar 24
jam/minggu.
Kesulitan melaksanakan aturan itu sepenuhnya membuat
ada main kucing-kucingan diantara guru. Cara yang banyak dilakukan
adalah jika sekolah memiliki 18 kelas dengan 2 orang guru olahraga
bersertifikasi. Maka kedua orang guru tersebut tak dapat bersama-sama
memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, karena dengan 18 kelas itu jumlah
jam olah raga total hanya 36 jam. Lalu bagaimana dengan sekolah yang
jumlah kelasnya lebih kecil?
Maka para guru mencari siasat dengan cara mengajar secara tim, yaitu setiap kelas terdapat dua guru sekaligus.
Tetapi yang betul-betul kesulitan memang ada.
Sebagaimana dikeluhkan kepada Gubernur Sumbar itu. Kesulitan juga
dirasakan guru-guru mata pelajaran tertentu, seperti Agama, Kesenian,
Olahraga, dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang jatahnya dua jam per
kelas per minggu. Hal ini semakin sulit terpenuhi jika rombongan
belajar di sekolah sedikit, terutama sekolah swasta kecil.
Kondisi di sejumlah sekolah menjadi kurang kondusif
karena dasar pembagian jam mengajar tidak merujuk pada ketentuan SKB
Lima Menteri. Pembagian lebih didasarkan pada senioritas, bukan
kompetensi dan kinerja atau prestasi. Jumlah guru bersertifikat semakin
banyak, sedangkan jam pelajaran di sekolah terbatas.
Berdasarkan data Kemendikbud, dari 2,9 juta guru saat ini, sekitar
1,1 juta di antaranya sudah bersertifikat. Dari jumlah guru
bersertifikat, baru sekitar 731.000 guru yang menerima tunjangan
sertifikasi. Kewajiban mengajar 24 jam mengajar tatap muka per minggu
di satu sisi positif karena tugas guru menjadi efektif di sekolah. Di
sisi lain, pembagian jam mengajar membingungkan kepala sekolah.
Akhirnya yang dikorbankan guru yunior atau guru honorer.***
0.000000
0.000000
Like this:
Be the first to like this post.
No comments:
Post a Comment