* Hasilnya Diekspor ke Negara Donor
Kepala Bappeda Aceh Iskandar menyerahkan naskah penandatanganan perjanjian penerusan dana hibah atau sub grant agreement kepada Manfred Borer Project Manager Swisscontact dari sejumlah negara multi donor fund untuk Aceh di aula Bapepeda, Banda Aceh, Kamis (29/7). SERAMBI/BEDU
Informasi tentang penyerahan dana hibah tersebut disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, Ir Iskandar MSc dalam acara jumpa pers, Kamis (29/7) siang di Aula Bappeda Aceh. Sebelumnya, sekitar pukul 10.00 WIB di lantai empat Kantor Bappeda Aceh dilangsungkan Rapat Koordinasi Imlpementasi Program Aceh-Economic Development Financing Facility (EDFF) yang dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian penerusan hibah kepada Pemerintah Aceh.
Acara penandatanganan penerusan dana hibah MDF itu, dihadiri Sekda Aceh Husni Bahri TOB mewakili Gubernur Aceh, Manager MDF Shamima Khan, wakil dari Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Bappenas (Deputi Bidang Pembinaan Ekonomi dan Dunia Usaha KPDT) Ir Rachmat Tatang Bachruddin, Ekonom Senior Bank Dunia Enrique Blanco Armas, Bupati Bireuen Drs Nurdin Abdul Rahman, Bupati Aceh Barat Ramli MS, Bupati Aceh Besar Dr Bukhari Daud, dan lainnya.
Iskandar juga menyebutkan, kedelapan NGO yang dipercaya MDF mengelola dana hibah Rp 450 miliar itu adalah Canadian Cooperative Association, Swisscontact, Action Aid Australia-Keumang, Muslim Aid, Islamic Relief, Mae Fah Luang Foundation, Aceh Development Fund, dan Caritas Czech Republik.
“Penyerahan dana hibah itu merupakan lanjutan dari penandatanganan perjanjian penerusan dana hibah atau Subgrant Agreement (SGA) dari MDF kepada Pemerintah Aceh melalui program pemberdayaan ekonomi Aceh atau Economic Development Financing Facility (EDFF),” kata Iskandar.
Ia tambahkan, program bantuan dana hibah dari MDF untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat Aceh itu, merupakan lanjutan program dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) yang telah dilaksanakan MDF di Aceh pascatsunami. Program ini dibuat, kata Iskandar, dengan maksud setelah rehab-rekon tuntas, ekonomi Aceh harus tumbuh positif dan jumlah pengangguran maupun penduduk miskin bisa terus menurun.
Salah satu caranya, kata Iskandar, harus dirancang program pemberdayaan ekonomi secara spesifik. Untuk maksud tersebut, 16 negara di Eropa yang tergabung dalam MDF memberikan bantuan dana hibah lanjutannya untuk pembangunan ekonomi masyarakat Aceh ke depan senilai 50 juta dolar AS.
Dari jumlah itu, 5,5 dolar AS atau senilai Rp 49,5 miliar digunakan untuk peningkatan kapasitas bagi staf Pemerintah Aceh dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Sisanya yang 44,5 juta dolar atau senilai Rp 400,5 miliar lagi, diplot untuk pembiayaan fasilitasi implementasi proyek yang akan dikerjakan NGO pelaksana program.
Penunjukan delapan NGO pelaksana program penguatan pemberdayaan ekonomi masyarakat Aceh yang bersumber dari dana hibah MDF itu, dilakukan dengan sangat selectik oleh tim MDF. Dari 82 NGO/LSM yang mendaftar dan yang mengajukan proposal program pemberdayaan ekonomi masyarakat, setelah diseleksi dan diuji, hanya delapan NGO yang layak ditunjuk menjadi pelaksana program tersebut.
Masing-masing NGO punya bidang andalan tersendiri, sesuai dengan pengalaman kerja atau pembidangannya selama ini. NGO Canadian, misalnya, dipercaya menangani bidang koperasi, pertanian, dan perikanan. Swisscontac dan Action Aid Australia-Keumang menangani perkebunan/kakao. Sedangkan Muslim Aid di bidang peternakan, Islamic Relief bidang perikanan, Mae Fah Luang Foundation bidang peternakan, Aceh Development Fund bidang pengolahan ikan, dan Caritas Czech Republik menangani pengolahan nilam.
Tak beri modal
Dalam melaksanakan tugasnya, ungkap Iskandar, delapan NGO itu tidak memberikan modal kerja kepada kelompok usaha masyarakat yang menjadi sasaran pembinaannya. Tapi yang diberikan/ditransfer adalah bekal pengetahuan, proses kerja, teknologi, dan peralatan kerja untuk menghasilkan suatu produk bermutu yang dikemas dalam kemasan berstandar internasional supaya layak ekspor. “Hal yang seperti ini sudah dilakukan di Pidie Jaya untuk produk kakao. Bahkan telah dihasilkan kakao dalam kemasan yang berdaya saing tinggi,” kata Iskandar.
Berorientasi ekspor
Selain itu, NGO yang ditugasi menjadi pembina komoditas unggul masyarakat, harus pula membantu kelompok masyarakat yang dibinanya dalam hal pemasaran produk yang dihasilkan. Program pembangunan ekonomi yang dirancang MDF untuk masyarakat Aceh ini misi dan tujuannya adalah untuk membantu masyarakat Aceh menjadi masyarakat produktif yang dapat menghasilkan produk yang bisa dipasarkan ke 16 negara donor yang memberikan bantuan hibah.
“Program penguatan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dibuat MDF untuk Aceh ini adalah program pemberdayaan ekonomi mandiri dengan tujuan untuk membangkitkan perekonomian masyarakat Aceh, terutama di sektor usaha pertanian dan perdagangan komoditas unggul,” demikian Iskandar, mantan ketua Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh. (her)