‘Saya Depositokan Atas Perintah Bupati’
* Dicecar 25 Pertanyaan dan Akan Dilanjutkan Hari Ini
Wakil Bupati Aceh Utara Syarifuddin (tengah) didampngi Wadir Reskrim Polda Aceh AKBP Dedy Setyo (kiri) keluar dari ruang pemeriksaan di Direktorat Reskrim Mapolda Aceh, Kamis (29/7) malam. Syarifuddin hanya diperiksa selama empat jam karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan. SERAMBI/BUDI FATRIA
Dalam pemeriksaan tertutup yang dilakukan Tim Penyidik Pidana Korupsi (Pidkor) Direktorat Reserse dan Kriminal (Ditreskrim) Mapolda Aceh, kemarin, Wabup Syarifuddin mengakui bahwa ia mendepositokan dana Pemkab Aceh Utara sebesar Rp 220 miliar itu, ke Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu (KCP) Jelambar, Jakarta Barat, atas perintah Bupati Ilyas A Hamid.
“Saya depositokan atas perintah Bupati. Perintah itu dilengkapi dengan surat keputusan (SK), dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Aceh Utara,” kata Wabup Syarifuddin kepada penyidik, seperti diungkapkan kembali oleh penasihat hukumnya kepada wartawan, seusai pemeriksaan tersebut kemarin.
Dalam pengamatan Serambi, Wabup Aceh Utara itu tiba di Mapolda Aceh sekira pukul 14.15 WIB. Dia didampingi pengacaranya Jafaruddin SH, sedangkan dua pengacaranya lagi, Mirdas Ismail SH dan Khairul Aini SH tiba lebih awal dengan mobil terpisah. Mereka disambut Kasat Pidkor, AKBP Masikh, yang kemudian mengantarnya ke ruang pemeriksaan.
Namun, Wabup yang baru tiba dari Medan, bahkan minggu lalu batal diperiksa karena sakit, kemarin sebelum dimintai keterangan terlebih dalu dicek kesehatan oleh tenaga medis Polda Aceh. Kondisi Syarifuddin sehat dan dapat diperiksa, tapi tekanan darahnya mencapai 170 per 100. Karena itu, pemeriksaan dimulai sekira pukul 15.00 WIB hanya dapat berlangsung hingga pukul 19.00 WIB. Wabup dicecar 25 pertanyaan. Selanjutnya, kondisi Wabup tak memungkinkan lagi diperiksa, sehingga pemeriksaan dilanjutkan besok (hari ini-red).
Saat keluar ruang pemeriksaan, Bupati yang mengenakan kacamata serta baju safari coklat tak bersedia diwawancarai wartawan, tapi mempersilakan pengacaranya memberi keterangan pers. “Keterangan melalui pengacara saya saja ya. Terimakasih,” kata Wabup Syarifuddin, sebelum meninggalkan Mapolda Aceh, kemarin.
Dicecar 25 pertanyaan
Pengacara Wabup, Jafaruddin mengatakan polisi menanyakan 25 pertanyaan kepada kliennya seputar peranan Wabup dalam mendepositokan dana Pemkab Aceh Utara itu. Pertanyaan itu dapat dijawab Wabup dengan baik. “Wabup mengakui yang melakukan perjanjian deposito uang Pemkab Aceh Utara itu adalah dirinya dengan Kepala Mandiri KCP Jelambar, Cahyono Sasongko. Tapi itu semua dilakukan atas perintah Bupati dan ada SK-nya. Tujuannya untuk peningkatan PAD Aceh Utara, karena bunga disimpan di sana mencapai 10,5 persen. Sedangkan bunga di BPD Aceh, bank tempat penyimpanan sebelumnya 6 persen,” kata Jafaruddin.
Dikatakannya, ketika itu juga ada seorang pengusaha di Jakarta hendak meminjamkan uang di Mandiri KCP Jelambar untuk membuka usaha agrobisnis, tapi karena di bank tersebut tidak memiliki dana sebanyak itu, maka yang bersangkutan membicarakan persoalan itu kepada pengusaha Aceh, Salahuddin Alfata. Selanjutnya, Salahuddin menawarkan Tim Asistensi Bupati Aceh Utara, Basri Yusuf dan Yunus Gani Kiran supaya kas Pemkab Aceh Utara disimpan di Bank Mandiri KCP Jelambar.
“Kemudian, Basri dan Yunus yang meyakinkan Bupati. Maka sebelum dana itu didepositokan, ada pertemuan mengenai usaha agrobisnis ini di Hotel Niko Jakarta. Wabup turun hadir dalam pertemuan itu. Akhirnya, Wabup setuju dana itu didepositokan di Mandiri KCP Jelambar, tapi juga atas perintah Bupati melalui SK,” jelas Jafaruddin.
Jafaruddin menambahkan, bisnis itu baru diketahui nihil setelah uang Rp 220 miliar di Bank Mandiri KCP Jelambar dipindahkan ke rekening Lista Adriani di Bank Mandiri lainnya di Jakarta dalam bentuk cek tujuh lembar. Dalam bisnis itu Lista seakan berperan Direktur Eksekutif Bank Mandiri KCP Jelambar.
“Ketika dicek ternyata dana Rp 220 miliar itu masuk ke rekening Lista masih pada Bank Mandiri lainnya di Jakarta. Kemudian, dana itu dipecahkan ke 69 rekening lainnya, termasuk ke Yunus melalui rekening iparnya Amir Gani, rekening Basri Yusuf dan Yunus. Abdul Fata juga turut menerima aliran dana itu Rp 450 juta, sedangkan Bupati dan Wabup tidak menerima,” tandas Jafaruddin.
Namun, kata Jafaruddin 69 penerima dana itu, umumnya tidak mengetahui hasil kejahatan. Bahkan mereka telah mengembalikannya, sehingga dana yang sudah menjadi barang bukti di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Barat itu kini tinggal Rp 181 miliar plus 5.000 USD atau total semuanya Rp 186 miliar lagi.
Sedangkan lima terdakwa, di antaranya Cahyono Sasongko, Lista Adriani, Basri Yusuf, dan Abdul Gani Kiran kini sudah dipenjara dengan hukuman oleh majelis hakim PN Jakarta Barat, mulai di atas lima tahun hingga 17 tahun penjara. Umumnya mereka mengajukan banding atas putusan itu. “Sebelumnya Bupati dan Wabup, pasti tidak pernah mengira ada penyimpangan seperti ini. Mendepositokan dana itu di luar Aceh adalah kebijakan Bupati yang bertujuan untuk peningkatan PAD Aceh Utara,” ulang Jafaruddin.
Bisa ditahan
Sementara itu, secara terpisah, Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan Tim Penyidik Polda Aceh bisa menahan tersangka Bupati dan Wabup. Hal ini disampaikan Alfian menanggapi keterangan Dir Reskrim Polda Aceh, Kombes Pol Esa Permadi yang menyatakan untuk menahan Bupati, pihaknya harus melapor ke Presiden.
“Penyidikan dan penahanan Kepala Daerah tidak perlu melapor kepada Presiden. Tapi Polda cukup berkoordinasi dengan Mabes Polri. Sementara Presiden tidak masuk pada wilayah penyidik. Selain itu, jangan hanya karena alasan kooperatif, Bupati tak ditahan. Polda juga perlu mempertimbangkan rasa keadilan karena kedua pejabat daerah ini telah melukai hati publik Aceh Utara,” tulis Alfian lewat sms. (sal/ib)
No comments:
Post a Comment